denet
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
denet

Enjoy share
 
IndeksIndeks  Lihat filmnya yuk! Empty  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 Lihat filmnya yuk!

Go down 
2 posters
PengirimMessage
dp10
DenetMania
DenetMania
dp10


Jumlah posting : 458
Location : Warnet lah..!
Registration date : 09.10.07

Lihat filmnya yuk! Empty
PostSubyek: Lihat filmnya yuk!   Lihat filmnya yuk! I_icon_minitimeWed Jan 09, 2008 5:04 pm

Udah nonton filmnya belum......
Hayuk nonton bareng


Cheers,



KISAH DI BALIK LAYAR AAC I
Sutradara : Hanung Bramantiyo
Tayang Perdana : 19 Desember 2007


Aku mulai sadar bahwa tidak mudah membuat film agama. Itulah kenapa ibuku
dulu berpesan kalau kamu sudah bisa membuat film, buatlah film tentang
agamamu: Islam. Awalnya aku cuma tersenyum mendengar kata-kata ibuku.
Senyum yang menyangsikan. Sebab pada waktu itu buatku film agama tidak
lebih dari sekedar petuah-petuah yang membosankan. Lelaki berpeci dengan
baju koko, bertasbih, kadang berewokan, mulutnya nerocos soal ayat dengan
cara menghadap kamera. Membuat dirinya tampak suci dengan mengumbar
ayat-ayat Quran. Ah, tidak terbayang olehku sebuah film agama.
Aku terjun membuat film Cinta: Brownies, Catatan Akhir Sekolah, Jomblo,
dsb ... dsb ... Tapi aku tetap yakin bahwa suatu saat akan datang masa aku
membuat film tentang agama.
Alhamdulillah, benar. MD Entertainment menawari membuat Film Ayat-Ayat
Cinta (AAC).
'Kenapa anda membuat film ini?' Tanyaku
'Sederhana. Pertama, Ini film dari Novel best seller. Kedua, penduduk
indonesia 80 persen muslim. Kenapa saya tidak membuat film tentang mereka?
Kalau saya minta 1 persen dari 80 persen masak tidak bisa.'
1% dari 80% penduduk muslim Indonesia berarti sekitar 2 juta penonton.
dikalikan 10 ribu per tiket. Berarti pendapatan kotor 20 milyar. Kalau
bujet produksinya 10 milyar, keuntungan yang didapat 10 milyar.

Lalu aku mulai memasuki tahap persiapan dan riset.
Wallohu ... Aku melihat islam dari dekat sekali. Sangat dekat. Di Kairo,
aku menatap Menara Azhar, aku menyentuh dinding dan lantai Azhar
university, aku mencium bau apek baju-baju dan karpet mahasiswa Alzhar
tetapi memiliki roman muka bersih dan santun. Aku melihat keikhlasan
mereka saat bersujud diatas sajadah buluk. Bibir mereka pecah-pecah oleh
panas sekaligus dingin hawa Kairo, tetapi dibalik bibir pecah itu
terlantun dzikir panjang menyebut: Alloh ... Alloh ...
Lalu aku melihat seorang syaih duduk bersila dihadapan murid-muridnya.
'Tallaqi' mereka menyebutnya. Aku mendengar seorang melantunkan ayat-ayat
Al quran di sudut masjid. Dan juga di pinggiran jalan. Seolah quran
bagaikan bacaan novel. Allohu Akbar ... Allohu Akbar. Inikah caramu
membuatku dekat dengan agamaku, Ibu?
Darahku menggelora membuat mataku terbelalak. Islam sangat indah. Islam
sangat eksotis. Tapi orang-orang islam seperti tidak mengerti semua itu.
Orang-orang Islam di Jakarta lebih memilih jalan-jalan ke eropa daripada
ke Kairo.
'Saya akan membuat film ini eksotis, pak' begitu kata saya ke producer.
Dan mulailah persiapan dimulai. Semangatku menggelora. Aku baca buku-buku
tentang Fiqih dan sunnah. Aku libatkan mahasiswa Al Azhar untuk
mendampingiku. Aku sangat hati-hati sekali melakukan ini agar apa yang
tertulis dalam novel dengan indah pula tersampaikan lewat gambar. Sebuah
film yang lembut, yang indah, yang suci tergambar di depan mataku dan aku
yakin sekali bisa mewujudkannya.
Namun semua impianku itu tidak begitu saja mudah diwujudkan.
Pertama kali berita tentang pembuatan film AAC tersebar, halangan pertama
datang justru dari pembaca. Diantara banyak yang berharap, mereka juga
menyangsikan, sinis, dan mencemooh. Bahkan ada yang bilang : 'Wah, sayang
sekali novel sebagus ini akan difilmkan. Jadi ill Feel, deh'. ada juga
yang bilang 'Tidak pernah aku lihat Novel yang di filmkan hasilnya bagus,
sekalipun Harry Potter. Apalagi ini.'

Kami tahu bahwa film ini harus dibuat dengan hati-hati sekali. Kami juga
tidak begitu saja memilih pemain hanya semata-mata ganteng dan 'menjual'.
Karena itu kami menggandeng ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin sebagai
penasehat kami.
Sebelum aku melakukan casting, aku berdiskusi dulu dengan kang Abik. Kang
abik sangat concern dengan sosok Fahri. Dia harus turut serta memilih
tokoh Fahri. Semula kami membuka casting di pesantren-pesantren . Tetapi
hasilnya Nol. Bukan berarti para santri tidak ada yang ganteng dan pintar
seperti fahri. Tetapi banyak diantara mereka sudah menganggap 'Film'
adalah produk sekuler. Oleh sebab itu banyak diantara mereka tidak mau
ikut casting. Saya pernah membaca satu hadist, jangankan membuat film,
menggambar manusia saja hukumnya Haram. Nanti di Neraka hasil gambar yang
kita buat harus kita hidupkan. Kalau tidak bisa, Malaikat Jibril akan
mencambuk kita dengan cambuk api.
Kami melakukan casting lebih dari 5 bulan. Semua yang ikut casting adalah
pemain-pemain terkenal. Tapi diantara mereka banyak terjebak pada tuntutan
atas 'Kesucian Fahri'. Lalu ditengah keputusasaan kami datang seorang
lelaki. Ganteng, tetapi tidak sombong (tidak merasa dirinya ganteng).
Sering kita lihat di Mal-Mal, banyak lelaki pesolek, sadar sekali bahwa
dirinya ganteng. Tetapi lelaki ini tidak . Dia sangat santun. Bahasanya
pun santun. Ketika berucap Alloh, dia agak-agak canggung. Bahkan tidak
fasih seperti ustadz. Pada saat dia sholat aku melihat gerakannya jauh
dari sempurna. Tetapi lelaki itu punya mata yang didalamnya mengandung
semangat belajar. Dia adalah Fedi Nuril. Aku berdiskusi dengan kang Abik.
Terjadi tarik ulur dan perdebatan panjang. Akhirnya kita sepakat
memutuskan dia yang main sebagai Fahri. Alasanku adalah, Fahri bukan
lelaki sempurna. Tapi yang membuat Fahri tampak sempurna karena dia sadar
bahwa dirinya tidak sempurna. Keputusan Fedi Nuril sebagai
Fahripun mengundang banyak kesangsian di kalangan pembaca fanatik AAC,
terutama di Malaysia. Karena film Fedi Nuril sebelumnya menampilkan Fedi
ciuman dengan perempuan bukan muhrim. Fedi pun mengakui itu. Yang membuat
aku terharu, Fedi menganggap film AAC sebagai media dia buat dekat dengan
Islam. Belajar kembali tentang Islam. Karena film ini, Fedi jadi rajin
membuka-buka lagi buku tentang Islam. Bahkan Fedi menyadari segala
tingkah lakunya yang tidak Islami selama ini setelah memerankan Fahri.
Sungguh, baru kali ini aku rasakan dampak film yang begitu besar
mempengaruhi keimanan seseorang. Terima kasih kang abik. terima kasih
Ibu.
Pada saat kami mencari sosok Aisha dan Maria, semula kami bersepakat untuk
mencari pemain Mesir. Tetapi setelah kami melakukan riset disana, sangat
mengagetkan. Perempuan-perempuan Mesir lebih tua dari umurnya. Aku
mengcasting seorang perempuan mesir bernama Roughda untuk berperan sebagai
Aisha. Tidak hanya cantik, tetapi mainnya luar biasa. Tetapi setelah di
sejajarkan dengan Fahri, terlihat Roughda lebih pas sebagai kakaknya
daripada isteri Fahri. Padahal umurnya lebih muda 3 tahun dari Fedi Nuril.
Lalu kami mencari pemain dengan umur 8 tahun lebih muda dari Fedi. Pada
saat kami sejajarkan, sangat pas. Tetapi disaat dia berdialog tentang
perkawinan, tidak bisa dipungkiri 'kedewasaannya' tidak tampak. Alias
belum matang. Kami bingung dan akhirnya kami sepakat untuk mencari pemain
indonesia saja.
Tidak gampang mencari pemain indonesia yang cantik sekaligus solihah. Pak
Din Syamsudin berpesan kalau bisa pemain Aisha kesehariannya ber jilbab.
Lihatlah siapa artis kita yang bertampang Bule yang seperti itu. Hanya
Zaskia Meca saja yang berjilbab dan cantik. Selebihnya tidak ada.
Sementara itu Zascia tidak bertampang bule. Dia sangat sunda. Pernah kita
meng casting Nadine Candrawinata. Dia sangat cantik dan bermain bagus.
Dangat cocok pula berdampingan dengan Fedi Nuril. Tapi Nadine bukan
Muslim. Padahal Nadine sudah mau bermain sebagai perempuan Muslim. Aku
pernah berdiskusi panjang dengan kang abik soal itu. Aku bilang padanya
...
'Suatu hal yang unik, ketika tokoh Maria yang kristen dimainkan oleh
seorang muslim, sementara tokoh Aisha yang Islam dimainkan seorang
kristen. Ini akan memperlihatkan sikap toleransi dan demokratisasi dalam
Islam seperti di India.'
Tetapi kang abik dan pak Din Syamsudin menyarankan untuk jangan bertaruh
terlalu besar di film ini. Masyarakat Islam di Indonesia berbeda dengan
India. Di India, masyarakat moslem dan Non Moslem sudah terdidik tingkat
kedewasaan dalam toleransi, sementara di Indonesia belum. Akhirnya
dipilihlah Ryanti sebagai Aisha dan Carrisa Putri sebagai Maria.
Ketiga pemain itu dikursuskan bahasa arab secara privat untuk mendalami
kehidupan Muslim di kairo. Mereka sangat antusias. Namun antusiasme itu
harus berhadapan dengan kenyataan bahwa mereka juga punya kesibukan
lainnya. Ryanti sebagai VJ di MTV dan Carrisa bermain sinetron. Ryanti
yang bagiku sangat keteter ketika berperan sebagai Aisha. Asiha adalah
sosok yang memiliki beban berat. Sementara Ryanti sebagai VJ MTV harus
selalu tampak riang dan ringan. Sering sekali benturan itu membuat proses
pendalaman karakter tidak sempurna. Aku frustasi sendiri. Tetapi aku
ingat, bahwa di Film ini kesabaranku benar-benar di uji. Impianku
mewujudkan keindahan dan kedalaman Islam terbentur oleh kenyataan
sebaliknya: Ringan, Riang, Hedonistik dan Pop. Apalagi ketika producer
tiba-tiba berubah pikiran melihat kenyataan penonton Film Indonesia banyak
di dominasi anak-anak muda yang pop, ringan dan tidak menyukai hal-hal
bersifat perenungan. Dia lantas ingin mengubah karakterr film AAC
menjadi sangat pop seperti Kuch Kuch Hotahai ... Tuhanku! Tuhanku!
selamatkan film ini ...
Tidak jarang aku berperang mulut dengan producerku ketika meminta adegan
Talaqi dibuang. Karena boring dan membuat penonton mengantuk. Lalu
beberapa adegan yang bersifat perenungan, seperti pada saat Fahri
dipenjara dan menemukan hakikat kesabaran dan keikhlasan dari seorang
penghuni penjara yang absurd (dalam novel digambarkan sebagai seorang
professor agama bernama Abdul Rauf), Tetapi di Film saya adaptasi sebagai
sosok imajinatif, bergaya liar, bermuka buruk tetapi memiliki hati bersih
dan suara yang sangat tajam melafatskan kebenaran. Semua adegan itu
diminta untuk dibuang atau dikurangi dan lebih mementingkan adegan romans
seperti AADC ataupun Kuch Kuch Hotahai ...
Sabar ... Sabar ... Ikhlas ... ikhlas!!!
begitulah yang aku dapatkan di film ini. Film ini tidak hanya mampu
merobah pandanganku tentang Film. Film ini mampu dan sudah merobah
pandangan hidupku: tentang agama, kesetiaan, kerjakeras, komitmen, dan ...
cinta. Berkali-kali aku berucap syukur yang besar kepada Tuhanku yang
sudah memberikan aku jalan menuju kedewasaan. Berkali-kali aku berucap
terima kasih kepada Kang Abik yang sudah secara tak langsung mempercayaiku
menyutradarai film ini, dimana telah membuatku kembali merasa dekat dengan
Islam yang indah, bersahaja dan penuh dengan toleransi. Dan terakhir,
berkali-kali aku berucap syukur kepada Ibuku yang telah berpesan untuk
membuat film tentang agama. Sekarang aku mengerti, kenapa Kau berpesan
begitu Ibu. Tidak lain hanyalah untuk membuatku selalu dekat dengan Islam
...
La haula wa kuwwata illa billahi ...

Oleh : Hanung Bramantiyo
Kembali Ke Atas Go down
reppen
Moderator
Moderator
reppen


Jumlah posting : 323
Age : 40
Location : Jember Rock City
Registration date : 09.10.07

Lihat filmnya yuk! Empty
PostSubyek: Re: Lihat filmnya yuk!   Lihat filmnya yuk! I_icon_minitimeFri Jan 11, 2008 1:21 am

belum... :bounce:
Kembali Ke Atas Go down
http://www.4shared.com/dir/7733395/32440014/sharing.html
 
Lihat filmnya yuk!
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
denet :: Pengetahuan :: Edukasi-
Navigasi: